'tsunami' Kebangkrutan Hantam Jepang, 1.000 Bisnis Gulung Tikar

Sedang Trending 2 minggu yang lalu

Jakarta, CNBC Indonesia - Tahun 2024 terus menjadi tahun nan menantang bagi Jepang. Pada Mei 2024, info nan disajikan firma riset Teikoku Databank mengatakan 1.016 perusahaan di Negeri Sakura melaporkan likuidasi bulan Mei 2024.

Hal ini menjadi pemberitaan terpopuler di CNBC Indonesia di Juni 2024. Bagaimana laporannya?

Mengutip NHK New, ini adalah kali pertama sejak Mei 2012 nomor kebangkrutan Jepang melampaui nomor 1.000. Angka tersebut merupakan level tertinggi dalam 12 tahun dan merupakan kenaikan 46% secara tahunan.

"Bisnis nan ambruk dengan utang minimal 10 juta yen (Rp 1,03 miliar)," tulis rilis Teikoku kala itu.

Berdasarkan sektor, kebangkrutan di industri transportasi meningkat lebih dari dua kali lipat. Angka kebangkrutan untuk restoran dan bar naik sebesar 25%. Di sisi lain, penjualan nan lesu menyumbang lebih dari 80% nomor kebangkrutan.

"Kekurangan tenaga kerja juga menyebabkan beberapa perusahaan bangkrut. Perusahaan mini dan menengah menghadapi tantangan dalam menawarkan bayaran nan lebih tinggi dan mendapatkan cukup pekerja," tambah hasil riset itu.

Data gelombang kebangkrutan ini sendiri dirilis setelah perusahaan riset angsuran swasta, Tokyo Shoko Research, juga menemukan adanya gelombang likuidasi di Negeri Matahari Terbit. Lembaga itu mengatakan total utang perusahaan nan ambruk pada bulan Mei berjumlah 136,7 miliar yen alias setara Rp 14,2 triliun (kurs Rp 103).

Lembaga itu mengatakan gelombang kebangkrutan ini juga disebabkan melemahnya yen dan biaya nan lebih tinggi. Dicabutnya stimulus pinjaman Covid-19 nan dikenal sebagai pinjaman 'zero-zero' juga bermuara pada gugurnya ribuan upaya ini.

"Kebangkrutan meningkat dari tahun ke tahun di semua industri khususnya lantaran tingginya nilai setelah pandemi Covid-19," tulis lembaga itu dalam sebuah pemaparan/

Bila dirinci, ada jumlah kebangkrutan mengenai virus corona melampaui 300 dan mencapai 302 pada bulan Mei tahun ini. Ini adalah pertama kalinya dalam satu tahun jumlahnya melampaui 300.

Sementara itu, dari nan diakibatkan oleh melemahnya yen, tercatat ada 87 perusahaan nan bangkrut. Mereka mengeluhkan melemahnya yen mendorong kenaikan biaya impor seperti bahan mentah dan pasokan energi, sehingga memberikan tekanan pada untung perusahaan mini dan menengah.

"Di antara kebangkrutan nan disebabkan oleh tingginya nilai minyak, nomor kebangkrutan nan paling tinggi terutama terjadi pada industri bangunan dan manufaktur," tambah Tokyo Shoko Research.

Lebih lanjut, Tokyo Shoko Research memprediksi bahwa ke depan Jepang kemungkinan tetap bakal mengalami gelombang kebangkrutan. Pasalnya, biaya pasca Covid-19 terus menunjukan tren kenaikan.

"Sangat mungkin jumlah kebangkrutan bakal terus meningkat," papar perusahaan riset itu lagi.


(sef/sef)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Oleh-Oleh dari Prabowo Hingga Pabrik Baterai Eropa Bangkrut

Next Article Mau Kerja di Jepang? Cek Infonya di Festival Jak Japan Matsuri

Selengkapnya