Jakarta, CNBC Indonesia - Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) kian "berdarah-darah" di Indonesia. Dibuktikan dari bangkrutnya salah satu perusahaan terbesar tekstil Indonesia, ialah PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) alias Sritex beserta tiga anak usahanya.
Sritex bukan perusahaan kemarin sore, dan sudah berdiri lebih dari 50 tahun lalu. Bahkan mengutip kitab Prahara Order Baru (2013) terbitan Tempo, Sritex adalah adalah ikon pengusaha lantaran disinyalir berada di bawah perlindungan family Cendana, julukan bagi family Presiden Ke-2 RI Soeharto.
Fakta ini tidak terlepas dari kedekatan pendiri Sritex ialah Haji Muhammad Lukminto (H.M. Lukminto) namalain Le Djie Shin peranakan Tionghoa nan lahir pada 1 Juni 1946, dengan tangan kanan Soeharto ialah Menteri Penerangan dan Ketua Umum Golkar Harmoko.
Karena dekat dengan pemerintah dan pemegang pasar, Sritex dan Lukminto mendapat durian runtuh. Di masa Orde Baru, Lukminto beberapa kali menjadi pemegang tender proyek pengadaan seragam nan disponsori pemerintah.
Dan lantaran ini pula Sritex mendapat jutaan rupiah dan dollar, ditambah dengan penguasaanya terhadap pasar garmen di dalam dan luar negeri. Sehingga bisa dilihat, era kejayaan Sritex sejak masa orde baru.
Akan tetapi roda berputar, raksasa tekstil RI itu terlilit hutang. Hingga akhir tahun 2023, tanggungjawab jangka pendek Sritex tercatat US$ 113,02 juta (sekitar Rp 1,8 triliun).
Diketahui US$ 11 juta di antaranya merupakan utang bank jangka pendek ke Bank Central Asia (BBCA). Sementara itu, dari US$ 1,49 miliar tanggungjawab jangka penjang, sebesar US$ 858,05 juta merupakan utang bank.
Mayoritas utang bank jangka panjang merupakan utang eks sindikasi (Citigroup, DBS, HSBC dan Shanghai Bank) senilai US$ 330 juta. Selain itu BCA, Bank QNB Indonesia, Citibank Indonesia, Bank BJB dan Mizuho Indonesia tercatat menjadi kreditur terbesar dengan besaran tanggungjawab SRIL masing-masing lebih dari US$ 30 juta.
Selain 5 nan telah disebutkan, perusahaan juga mempunyai utang pada 19 pihak bank lain nan kebanyakan merupakan bank asing alias bank swasta milik asing. Dalam keterbukaan info terbaru, perusahaan tekstil ini menyampaikan utang nan semakin membengkak dan juga status tenaga kerja nan dirumahkan.
Adapun rincian utang upaya nan dimaksud adalah belum jatuh tempo per 31 Maret 2024 senilai US$ 31,67 juta, naik US$ 8,7 juta dibandingkan dengan posisi Desember 2023. Kemudian utang nan jatuh tempo dalam 30 hari naik US$ 630.000. Lalu 31-90 hari naik US$ 1,2 juta dan 91-180 hari naik US$ 468.000.
Selain itu, SRIL juga telah melakukan restrukturisasi surat utang jangka pendek (MTN). Awalnya ini jatuh tempo 18 Mei 2021 menjadi 29 Agustus 2027.
"Dikarenakan masalah kas, perusahaan mengusulkan relaksasi terhadap pembayaran pokok dan kembang MTN," tulis manajemen SRIL.
Kesulitan finansial tersebut akhirnya memaksa Sritex untuk melakukan efisiensi. Sepanjang tahun lampau perusahaan telah memangkas 2.232 tenaga kerja dari semula 16.370 tenaga kerja di akhir 2022 hingga tersisa 14.138 tenaga kerja akhir tahun lalu.
Direktur Keuangan SRIL Welly Salam menjelaskan penyebab penurunan pendapatan nan drastis adalah pandemi Covid-19. Perusahaan menyebut kondisi geopolitik seperti perang Rusia-Ukraina serta Israel-Hamas menyebabkan terjadinya gangguan supply chain, dan juga penurunan ekspor lantaran terjadi pergeseran prioritas oleh masyarakat area Eropa maupun Amerika.
"Terjadinya over supply tekstil di China nan menyebabkan terjadinya dumping nilai nan mana produk-produk ini menyasar terutama ke negara-negara di luar Eropa dan China nan lenggang patokan impornya (tidak menerapkan bea masuk anti dumping, tidak ada tarif barrier maupun nontarif barrier) dan salah satunya adalah Indonesia," terang Welly, dikutip dari keterbukaan, Oktober.
Gugatan Hukum
Hingga pada akhirnya, Sritex dinilai tidak bisa memenuhi kewajibannya. Ini membikin perusahaan digugat oleh debiturnya.
Pertama kali dilakukan pada 19 April 2021 lampau ialah CV Prima Karya. Dengan nomor gugatan 12/Pdt.Sus-PKPU/2021 PN Niaga Smg. Perusahaan itu merupakan kontraktor pabrik Sritex.
Saat itu Prima Karya mengusulkan gugatan penundaan tanggungjawab pembayaran utang (PKPU) nan dilakukan Sritex juga kepada tiga anak usahanya ialah PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya. Akhirnya Sritex dan tiga anak upaya resmi berstatus PKPU.
Kemudian di tahun 2022, perusahaan menghadapi fase penundaan pembayaran hutang. Namun perusahaan mempunyai kesepakatan ialah perjanjian homologasi alias perjanjian pembayaran hutang alias perjanjian damai.
"Istilahnya utang misalnya 5 tahun diperpanjang menjadi 7 tahun. Jadi diberikan kesempatan waktu. Semua perjanjian ini disahkan oleh pengadilan Negeri Semarang. Dan semua sudah sesuai dengan patokan dan tanggungjawab untuk bayar sesuai perjanjian ini," kata Direktur Utama PT Sritex, Iwan Kurniawan Lukminto, di Sukoharjo, mengutip detikJateng, Oktober.
Kemudian, Sritex kembali menghadapi gugatan nan dilayangkan oleh salahs atu debiturnya, ialah PT Indo Bharat Rayonn (IBR). Perkara ini didaftarkan sejak 2 September 2024 nan dikabulkan dalam persidangan Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang 23 Oktober.
"Menyatakan PT Sri Rejeki Isman Tbk, PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya pailit dengan segala akibat hukumnya," mengutip petitpung keputusan itu.
Dalam keterbukaan, IBR adalah kreditur perusahaan. Dari laporan finansial per Juni 2024, Sritex mempunyai sisa utang Rp 101,31 miliar alias 0,38% dari total liabilitas Sritex.
Sritex Ajukan Kasasi hingga Prabowo Turun Tangan
Menanggapi putusan pengadilan Niaga Semarang itu, Sritex melakukan upaya kasasi ke Mahkamah Agung. Saat itu manajemen berambisi putusan MA bisa dibatalkan oleh pengadilan Niaga.
"Kami menangani masalah ini dengan serius. Kita upayakan sekuat tenaga untuk naik Banding ke MA, agar MA memberi keputusan untuk mencabut alias membatalkan keputusan Pengadilan Niaga Semarang tanggal 21 Oktober lalu," kata Iwan.
Putra kedua pendiri Sritex itu juga menegaskan bahwa perusahaanya belum bangkrut, sekaligus membantah PHK massal. Sebabnya perusahana tetap bisa melaksanakan tanggung jawab seperti pembayaran bayaran karyawan, meski strategi efisnei itu tetap dilakukan.
Dalam proses banding, pemerintah ikut memberikan komitmen membantu Sritex tidak bangkrut. Presiden Prabowo Subianto apalagi mengumpulkan para menterinya untuk menggelar rapat terbatas mengenai pengamanan Sritex, sesaat setelah dia menjabat Oktober.
Rapat itu dihadiri oleh Menteri Koordinator bagian Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Ada pula Menteri Ketenagakerjaan Yassierli, hingga Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi.
"Beliau (Presiden) mau pembaruan situasi terkini mengenai situasi industri tekstil, salah satunya Sritex dan arahannya beliau agar perusahaan tetap berjalan. Kemudian kelak dicarikan jalan teknisnya," kata Menko Perekonomian Airlangga Hartarto usai ratas.
Saat itu pemerintah mendorong aktivitas perdagangan perusahaan terus berjalan. Bantuan nan diberikan berupa lampu hijau dari pemerintah untuk menjalankan aktivitas ekspor - impor, meski sudah diputus pailit oleh pengadilan niaga Semarang.
"Bea cukai menyetujui bahwa impor ekspornya bisa terus berjalan, dan ini dulu pernah dilakukan di area berikat di wilayah Jawa Barat. Jadi bakal diberlakukan sama sehingga impor ekspornya terus berjalan, sehingga kondisi perusahaan tidak terhenti," tutur Airlangga.
Namun saat itu manajemen dipegang oleh para kurator nan telah ditunjuk oleh pengadilan. Untuk membereskan kekayaan pailit sejak putusan. 4 Kurator itu Denny Ardiansyah, Nur Hidayat, Romy Gumilar, Nurma Chandra Yani Sadikin,.
Lebih lanjut, Kementerian Ketenagakerjaan juga memastikan bahwa Srites tidak melakukan PHK massal. Ini dipastikan Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer Gerungan (Noel), nan mengunjungi langsung ke Pabrik Sritex, nan diklaim disebut kehadiran pemerintah atas putusan pailit.
Noel mengatakan tidak bakal membiarkan Sritex lumpuh. Namun dia juga memastikan kewenangan pekerja Sritex terpenuhi.
"Tangan Setan"
Sayangnya meski beragam upaya dilakukan baik internal perusahaan maupun pemerintah, Mahkamah Agung tetap menolak permohonan kasasi Sritex mengenai putusan Pailit Pengadilan Niaga Semarang nan diajukan PT Indo Bharat Rayon. Sidang putusan itu di bacakan Rabu (18/12/2024), oleh Kedua Majelis Hakim Agung Hamdi dan dua personil ialah Hakim Agung Nani Indrawati dan Lucas Prakoso.
Dengan begitu status pailit Sritex sekarang sudah inkracht alias mempunyai kekuatan norma tetap. Usai putusan ini dibacakan, Wamenaker pun menyebut adanya dugaan kombinasi tangan tertentu dalam kepailitan Sritex. Hal ini dia ungkapkan dalam konvensi pers nan digelar, 12 Desember lalu.
"Kami menduga, dalam proses kepailitan ini, ada tangan setan nan bermain. Itu tangan setan," kata Noel. Meski dia tak mau menjelaskan apa nan dimaksud nan dia sebut tangan setan.
Namun menurutnya pemerintah juga menghormati putusan MA. Ia juga menekankan prioritas pemerintah saat ini adalah melindungi pekerja agar tidak terjadi PHK.
"Kami punya kepercayaan pasca putusan MA kepailitan ini, semoga manajemen barunya juga punya komitmen tidak ada PHK. Karena PHK ini menurut pandangan kami, adalah suatu langkah buruk, jangan sampai ada namanya PHK," katanya.
Di sisi lain langkah norma internal perusahaan juga belum berhenti. Iwan Lukminto mengatakan bakal melakukan peninjauan kembali (PK) setelah MA menolak permohonan kasasi nan diajukan perusahaan.
"Upaya norma ini kami tempuh, agar kami dapat menjaga keberlangsungan upaya dan menyediakan lapangan pekerjaan bagi 50.000 tenaga kerja nan telah bekerja berbareng kami selama puluhan tahun. Langkah norma ini kami tempuh, tidak semata untuk kepentingan perusahaan tapi membawa serta apresiasi seluruh family besar Sritex" kata Iwan Lukminto.
(sef/sef)
Saksikan video di bawah ini:
Komisi VII DPR RI Minta Prabowo Turun Tangan Selamatkan Sritex
Next Article Sritex Resmi Pailit, Bagaimana Nasib Investor Saham SRIL?